Jika
seorang hamba menyemai benih iman, mengairinya dengan air ketaatan,
membersihkan hatinya dari duri-duri akhlak yang hina, menanti karunia Allah
agar ditabahkan hingga ajal menjemputnya dan baik kesudahannya, maka
penantiannya itu merupakan harapan yang terpuji, bisa mendorongnya untuk terus
menerus taat dan melaksanakan kewajiban-kewajiban iman. Namun jika benih iman
ini ditelantarkan tanpa dialiri dengan air ketaatan, atau membiarkan hati
terlumuri akhlak-akhlak yang hina, tenggelam dalam kenikmatan dunia, lalu dia
duduk menanti ampunan, maka ini adalah tindakan yang bodoh dan tertipu.
[Dari buku: Minhajul
Qosidin – Jalan orang-orang yang mendapat petunjuk./Ibnu Qudamah/Pustaka
Al Kautsar/hal 376]